Webinar "Gaya Gastrodiplomasi Pemuda Indonesia di Paris" |
Mahasiswa Manajemen Dakwah IAI AL-AZIS adakan kegiatan Webinar Kewirausahaan yang bertajuk "Gaya Gastrodiplomasi Pemuda Indonesia di Paris" via aplikasi Zoom Meeting, Ahad (29/5).
Webinar yang dihadiri langsung oleh pemilik restoran Borneo a' Paris sekaligus narasumber pada kegiatan tersebut, Melda Indriani Kaunang dan juga Kepala Prodi Manajemen Dakwah Sobirin berlangsung dengan khidmat dan penuh antusias dari para peserta.
Saat sesi awal diskusi, Melda menjelaskan latar belakang atau alasan beliau mendirikan restoran Borneo a' Paris. Awalnya, Ia tidak berpikir untuk membuka usaha di Paris, namun dikarenakan biaya hidup di sana yang cukup mahal, membuatnya memutar otak agar kebutuhannya dapat tercukupi dengan baik.
"Sebenarnya tujuan saya di sana adalah melanjutkan pendidikan saya. Namun, karena biaya hidup di sana cukup mahal akhirnya saya terpikir untuk membuka usaha kecil-kecilan," ucap Melda.
Awal mulanya adalah cathering, memakai sistem pre-order. Kemudian dari mulut ke mulutlah yang membuat usaha kecil-kecilannya mulai dikenal masyrakat sekitar, baik untuk pribadi maupun acara-acara besar.
"Awalnya masih cathering, jadi sistemnya itu pre-order. Usahanya mulai berkembang dari mulut ke mulut. Ada yang memesan untuk pribadi saja, ada juga yang memesan cathering untuk acara- acara besar," katanya dalam acara webinar tersebut.
Beliau menyampaikan ada beberapa jenis makanan yang dijualnya seperti cireng, risoles, dan martabak telur. Ia juga menambahkan yang memasak adalah temannya, Melda mengaku hanya memasarkan dan membeli bahan-bahannya saja.
Melda mengklaim bahwasanya orang-orang Prancis hampir menyukai setiap jenis masakan Indonesia yang dijual di sana. Bahkan rendang yang nyatanya terkenal pedas pun dapat digemari dan disukai oleh masyarakat Paris. Ia mengatakan tidak ada yang tidak mungkin asalkan pandai dalam memperkenalkannya.
"Hampir semua jenis makanan yang dijual disukai oleh masyarakat sana, Semisal rendang yang terkenal pedas ternyata mereka juga suka. Yang terpenting itu bagaimana cara kita memperkenalkannya," ujar Dia.
Terkait perizinan usaha di sana menurutnya tidak terlalu rumit, namun yang membuatnya sedikit kelimpungan adalah peraturan di sana yang sering berubah-ubah. Jadi Ia dituntut untuk terus update terkaitan perizinan usahanya.
Di dalam webinar tersebut Melda juga menceritakan tentang usahanya yang dijadikan co-banding sekaligus berkolaborasi dengan Wonderful Indonesia. Awalnya, marketing yang dilakukannya dalam kurun 1 bulan belum terlihat. Mulai memetik hasil positif setelah 6-7 bulan.
"Di satu atau bulan awal, marketing yang saya lakukan tidak berjalan lancar. Baru terlihat saat 6 sampai tujuh bulan, barulah ada balasan email dan lain-lain. Para tourguide dan terus senang, mungkin selama perjalanan mereka banyak menemui chinese food saja, dan kangen dengan makanan-makanan Indonesia," jelas Melda.
Kemudian, dalam menjalankan bisnisnya Melda menegaskan bahwa Ia tidak memiliki strategi khusus, yang jelas learning by doing. Tetapi menurutnya, ada satu hal yang perlu diperhatikan, yakni planning. Adapun dalam menghadapi persaingan, menurutnya tidak menjadi masalah besar. Karena Ia mengaku di sana hanya usahanya yang menjual makanan atau kuliner Indonesia.
"Terkait strategi, saya tidak punya strategi khusus, learning by doing saja. Adapun yang saya tekankan lebih kepada planning di awal, perlu diperhatikan dengan baik. Dalam menghadapi persaingan pun saya cukup rileks, karena saya tahu di sana yang menjual kuliner Indonesia hanya sedikit bahkan mungkin hanya saya," tegasnya.
Di akhir webinar, Ia menjelaskan bahwasanya gastrodiplomasi Indonesia perlu ditingkatkan kembali, karena dibanding dengan negara-negara ASEAN seperti Thailand, dan Vietnam masih kalah saing. Melda mengatakan kedua negara tersebut sangat mendapat dukungan dari pemerintahnya.
0 Komentar