Webinar Mahasiswa Manajemen Dakwah: Masa Depan Agama-Agama

Web seminar via Zoom Meeting

Mahasiswa Manajemen Dakwah semester 6 IAI AL-AZIS adakan kegiatan Webinar Keagamaan yang bertemakan "Masa Depan Agama-Agama Pada Era Destrupsi: Menciptakan Kreatifitas dan Inovasi Beragama dalam Mengisi Era Revolusi Peradaban 5.0" via  aplikasi Zoom Meeting, Senin (27/6).

Webinar tersebut menghadirkan narasumber di mana salah satunya adalah dosen IAI AL-AZIS yakni Ali Aminullah dan Sekretaris Program Studi Agama-Agama pasca Sarjana UIN SGD Bandung Taufiq Rahman. Webinar tersebut diikuti oleh 56 mahasiswa IAI AL-AZIS.

Dalam mukadimah yang disampaikan oleh Ali Aminullah, Ia menegaskan webinar yang dilaksanakan tersebut merupakan satu dari dua tugas yang diberikannya kepada mahasiswa Prodi Manajemen Dakwah semester 6. Dua tugas tersebut di antaranya membuat buku terkait sejarah-sejarah agama dan webinar hari ini. 

Ali Aminullah juga memberikan sedikit pandangannya terkait 4 pola yang terbentuk antar agama. Pertama, menguatkan satu sama lain;  kedua, menggantikan satu dengan yang lainnya; ketiga, menyempurnakan ajaran agama terdahulu; keempat, menyebarluaskan agama-agama tersebut.

"Kalau kemarin di perkuliahan kita membicarakan sejarah agama-agama. Bagaimana agama-agama masa lalu, mulai dari yang paling primitif hingga agama hari ini, setidaknya kita dapat menemukan empat pola. Ada yang menguatkan, ada yang menggantikan, ada yang menyempurnakan, dan ada yang memperluas," jelasnya

Menurut Ali, Islam dengan tegas menjelaskan kepada para pengikutnya bahwa mereka diwajibkan bertakwa, menjalankan ajaran Ilahi, serta tidak lupa untuk melihat masa depan yang akan datang. Oleh sebab itu, Ia berharap setelah mempelajari sejarah agama-agama, mahasiswa mampu melihat, menerka, dan membaca bagaimana agama-agama di masa depan.

Ali Aminullah menerangkan, di era seperti saat ini dengan segala perkembangan teknologi, semua dapat direkayasa ataupun dimanipulasi. Tentunya, rekayasa teknologi seperti ini mampu mendistribusikan seluruh aspek kehidupan, termasuk permasalahan terkait agama. 

Perkembangan teknologi tidak bisa dibendung oleh siapapun. Ali Aminullah memberikan pandangan bahwa agama harus hadir di tengah perkembangan zaman seperti ini. Sehingga hadirnya teknologi tidak menjadi ancaman, melainkan menjadi salah satu wasilah dalam berdakwah. Setidaknya itulah beberapa poin yang disampaikan olehnya sebagai mukadimah atau kalimat pembuka di webinar tersebut.

Selanjutnya, pada pembahasan inti yang disampaikan oleh Taufiq Rahman ada beberapa poin yang dapat diambil. Pertama, Taufiq membahas terkait pluralitas dan moderasi beragama. Menurut Taufiq, di era Presiden Soeharto Indonesia dapat hidup tenang karena adanya ketegasan perihal SARA. Sehingga masyarakat pun dapat hidup berdampingan dan saling toleransi.

"Kalau dulu, di zaman Pak Soeharto SARA amat dikecam. Mereka dilarang untuk mengobok-obok suku, agama, maupun ras. Sehingga mereka saling menghormati dan toleransi. Kalau sekarang, mungkin dapat kita katakan sebagai moderasi beragama," jelas Taufiq.

Menurut Taufq, inilah yang mampu "dijual" oleh Indonesia ke negara-negara lain, termasuk di dalamnya negara yang berada di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Hal ini dapat dipahami bahwa Indonesia ingin hidup tenang dan tidak memiliki musuh. 

Kemudian hal menarik yang dapat diambil dari pembahasan Taufiq ialah kaitan etika. Baik etika yang bersumber dari filsafat, kitab suci, atau bahkan dari adat dan pikiran. Menurut Taufiq, etika membantu manusia dalam memutuskan untuk melakukan suatu tindakan atau sebaliknya.

"Dalam memutuskan suatu tindakan ada tuntunannya. Kita bisa menggunakan etika, baik itu etika dari filsafat yang kemudian harus kita pikir-pikir dahulu atau kalau kita yang umat muslim dapat mengambil dari kitab suci, ada juga etika budaya maupun pikiran," terangnya.

Terkait etika yang bersumber dari pikiran, Ia menambahkan teori yang pernah diterapkan oleh Imanuel Khan. Imanuel Khan pernah berkata, "Apa yang orang tidak mau lakukan padamu maka jangan kamu lakukan pada orang lain di sekitarmu." Hal tersebut dinamakan Kaidah Kencana.

"Kalau yang dari pikiran, seperti yang disampaikan oleh Imanuel Khan bahwa apa yang orang tidak mau lakukan padamu maka jangan kamu lakukan pada orang lain. Teori ini seringkali disebut sebagai Kaidah Kencana," tambah Taufiq.

Maka, saat ini masyarakat dituntut untuk mampu memilih dan hati-hati dalam bertindak. Untung saja, dengan adanya sosial media seperti WhatsApp yang terdapat fitur untuk menghapus pesan, masyarakat dapat terbantu jika saja mereka mengirimkan pesan yang tidak baik.

Kemudian, tidak dapat dibohongi dan juga dihindari bahwasanya perkembangan teknologi banyak membantu manusia dalam memenuhi hajat-hajat mereka. Sebagai contoh pada saat pandemi, saat pembelajaran tidak dapat dilakukan secara tatap muka, platform-platform seperti Google Meet atau pun Zoom bahkan YouTube telah banyak membantu. 

"Pengajaran-pengajaran Islam dapat melalui internet. ini kita bisa manfaatkan bersama. Seperti halnya kertas putih saja, kita ingin isi dengan apa, baik itu di Zoom, Google Meet atau YouTube sekalipun," kata Taufiq dalam Webinar Keagamaan tersebut.

Kalau dahulu, saat bangsa-bangsa Eropa sudah mulai memproduksi mesin-mesin, muncul istilah anomi. Yakni suatu ketidakpahaman dalam menggunakan hal tersebut sesuai dengan fungsinnya. Sekarang, istilah tersebut lebih dipahami sebagai distrubsi.

"Kalau dahulu istilahnya itu anomi, sekarang dipahami sebagai distrubsi. Makanya, kalau dilihat anak-anak zaman sekarang lebih cepat memahami teknologi dibandingkan orang-orang yang mungkin lahir di era 70-an," jelas Taufiq.

Di akhir webinar Taufiq Rahman memberikan motivasi kepada para mahasiswa yang hadir agar terus termotivasi dalam menuntut ilmu, baik itu S1, S2 atau bahkan S3 sekalipun. Ia memberikan contoh seorang lawyer yang sudah berumur 60 tahun namun masih giat dalam menuntut ilmu hingga S3.

0 Komentar